Sebagai seorang solo traveler yang berpaspor +62 itu ga gampang untuk bisa masuk ke negara Israel. Kenapa? Ya karena negara tersebut memberlakukan screening yang super ketat. 


Karena kesempatan untuk bisa bepergian sendiri itu 99% ga akan disetujui visanya, jadi akhirnya gue bergabung dengan grup dari Gereja Tiberias Indonesia yang diorganisasi oleh Tiberias Travel. Ya, akhirnya gue melakukan wisata religi, atau ziarah bersama 45 orang. Ini grup terbesar yang gue ikutin selama berwisata. 


Jadi infonya, untuk mengajukan visa ke israel itu bisa dilakukan secara online, dan semuanya dibantu oleh Tiberias Travel tersebut, selain kita menyerahkan copy paspor, kami juga sempat ditanya nama kakek. Lha, seumur-umur gue bepergian ke negara orang yang ditanya itu adalah, paspor dengan masa berlaku lebih dari 6 bulan untuk melakukan perjalanan ke negara yang akan dituju, rekening koran 3 bulan terakhir, surat keterangan kerja, dan asuransi perjalanan. Nah, ini? Nama kakek! Ya gue pensaran kenapa nama kakek yang ditanyakan. Jadi, Israel ini kan penghuni awalnya adalah orang Yahudi, dan ada sejarah Holokaus mengenai orang-orang Yahudi di masa perang dunia ke-2, di mana sekitar 6 juta orang Yahudi dibunuh oleh Nazi. Nah, dari nama kakek, maka pemerintah Israel bisa mendeteksi apakah kami ada hubungannya dengan para Nazi tersebut. Mungkin kalo ada hubungannya maka otomatis visa ga disetujui kali, ya. Puji Tuhan visa gue dan seluruh tim di grup disetujui.


Jadi kami berangkat dari Jakarta itu menggunakan Turkish Airline yang transit di Istanbul, Turki. Perjalanan sekitar 11 jam non-stop. Kami transit sekitar kurang lebih 4 jam, sedangkan penerbangan dari Istanbul sendiri ke Tel Aviv hanya sekitar 2 jam. 


Nah, selama transit 4 jam itu bisa ngapain aja di Bandara Istanbul? Nanti gue bahas di tulisan berikutnya, ya.


Drama pertama sudah terlewati dengan lolos dari screening nama kakek. Drama berikutnya adalah, ketika akan memasuki ruang tunggu untuk melanjutkan penerbangan ke Tel Aviv, jadi posisi kami masih di Istanbul. Memang dari awal sudah diinformasikan untuk tidak membawa laptop, namun, gue ga mungkin ga bawa laptop, karena kerjaan gue bisa dilakukan di mana aja selama ada gadget dan internet. Jadi, tetep bisa bawa dengan syarat, ga ada dokumen yang nyerempet tentang teroris, dan pastikan aplikasi di laptop semuanya original. 


Gue dengan backpack yang bisa masuk kabin dan laptop ada di sana. Dan ketika di antrian masuk ruang tunggu, petugas sudah mulai random cek dengan bawaan para calon penumpang yang akan ke Israel. Jujur gue masih belum hapal dengan orang-orang yang segrup ama gue, jadi pas gue lagi antri 2 orang di belakang gue itu ternyata sama-sama bawa backpack dan mereka kena random cek, artinya backpack mereka disuruh buka untuk dicek isinya. Dan ternyata mereka bawa laptop, itu laptop bener-bener disuruh buka meskipun ada passwordnya, lah gue bengong liat itu, soalnya mereka itu bener-bener di belakang gue, dan gue nya lempeng aja ga kena random cek. Kalo dicekpun ga masalah juga, tapi ribet repack nya. Nah, intinya gue di sini lolos ga kena random cek hehe


Sesampainya kami di Bandara Ben Guiron, Israel, kami tidak langsung menuju ke konter imigrasi, namun melewati beberapa prosedur sebelum kami bisa ambil bagasi. Dari beberapa prosedur yang gue inget yang paling ribet adalah ketika kita harus scan paspor di mesin seukuran ATM, dan kalo berhasil dipindai mąka akan keluar kertas seukuran KTP yang informasinya tentang nama lengkap, nomor paspor, dan juga foto kita yang ada di paspor otomatis tercetak di kertas itu. Ini sebagai gánti stempel yang harusnya ada di paspor. Setelah itu selesai, maka pengecekan terakhir adalah petugas imigrasi yang pasti menanyakan, apa tujuan kamu mengunjungi Israel, yang jawabannya pasti udah gue siapain sebenernya. Tapi ternyata kami tdak melewati itu semua karena dibantu oleh travel di Israel yang udah bekerjasama dengan Tiberias Travel. Thank God! Padahal dari scan paspor aja, kami ber-45 yang berhasil dipindai hanya 2 orang, salah satunya Puji Tuhan, gue. Yes, semua orang termasuk pendeta yang menjadi pembimbing rohani selama perjalanan ke Tanah Suci aja ga berhasil dipindai lho. Otomatis gue dan satu temen di rombongan nungguin mereka selama hampir 2 jam. Coba kalo misal kita harus melewati petugas imigrasi lagi, yang ada seharian kami di bandara. 


Ini dia kertas seukuran KTP sebagai pengganti stempel di paspor. Ini halaman bolak-balik ya.


Apa aja yang harus disiapkan untuk dapat visa ke Israel:

  1. Usahakan bersama grup (Kalo solo traveler harus ada surat sponsor yang bisa dipertanggung jawabkan).
  2. Proses pengajuan visa secara online yang dibantu oleh travel yang kita percaya.
  3. Siapkan paspor (Usahakan yang electronic terbaru at least dari tahun 2022 ke atas).
  4. Serahkan copy paspor ke travel agent yang dipercaya.
  5. Siapkan nama kakek (Kemungkinan alasan sudah gue tulis di atas ya).
  6. Jangan pake atribut yang berbau agama apapun. Contoh: Jangan ada tulisan Jesus Tuhan dan Juruselamat ku, Muhammad idolaku, dll.
  7. Kalo bawa laptop, pastikan apliaksi di dalamnya original.
  8. Kalo bawa tongsis simpan di tas yang masuk bagasi ya.    
  9. Kalo misal harus berhenti di petugas imigrasi yang nanyain “Apa tujuanmu ke Israel?” Nah jawaban yang udah gue siapin adalah “Selain ingin melihat Holy Land, saya sering membaca Alkitab dan di sana banyak menyebutkan tempat-tempat di negara ini, maka saya ingin melihatnya dengan mata kepala sendiri daripada hanya membayangkan saja.” 
Next
This is the most recent post.
Posting Lama

0 komentar: